Sumowarna.id – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kerap menjadi ajang ujian bagi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa di Indonesia. Meski aturan mengenai netralitas sudah jelas tertuang dalam perundang-undangan, kenyataannya masih banyak ASN dan Kepala Desa yang terlibat dalam kegiatan politik praktis selama Pilkada. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai faktor-faktor penyebab ketidaknetralan mereka.
Pakar politik menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama adalah adanya tekanan politik dari pihak-pihak tertentu yang memiliki pengaruh kuat, baik di tingkat daerah maupun pusat. ASN dan Kepala Desa sering kali berada dalam posisi yang sulit, karena mereka harus melayani pemerintah yang sedang berkuasa sekaligus tetap menjaga profesionalisme dalam pekerjaan mereka. Kondisi ini membuat beberapa dari mereka akhirnya terlibat dalam kegiatan politik untuk melindungi posisinya.
Selain itu, keterbatasan sanksi juga menjadi faktor lain yang mendorong ketidaknetralan ini. Meski terdapat aturan, sanksi yang diberikan sering kali tidak cukup kuat untuk memberikan efek jera. Akibatnya, beberapa ASN dan Kepala Desa tetap nekat mendukung kandidat tertentu demi keuntungan pribadi atau karena adanya iming-iming fasilitas dari pihak yang didukung.
Menurut pakar, untuk memastikan netralitas ASN dan Kepala Desa, diperlukan pengawasan yang lebih ketat serta penerapan sanksi yang tegas. Sosialisasi tentang pentingnya netralitas juga perlu ditingkatkan, agar setiap ASN dan Kepala Desa memahami peran mereka dalam menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia.